Sunday 25 April 2010

Bohemian Rhapsody (The Review)

Tim wartawan majalah musik Inggris, Mojo, dalam edisi bulan April 2004 memuat 50 lagu rock epik (maha gegap gempita) terbaik sepanjang masa. Tidak berlebihan jika urutan lima teratas diduduki Bohemian Rhapsody (Queen), diikuti Stairway To Heaven (Led Zeppelin), Sympathy For The Devil (Rolling Stones), Shine On You Crazy Diamond (Pink Floyd), dan The End (The Doors).

Jelaslah bahwa rock klasik tahun 1970-an masih mendominasi. Dan Rhapsody layak dianggap sebagai yang terbaik karena nomor yang berdurasi lima menit dan 59 detik ini digarap dengan sengaja untuk menjadi lagu “rock opera” yang megah dan dramatis.

Di pembuka lagu, Freddie Mercury bertanya, “Is this the real life/is this just fantasy?”Ia lalu mengaku (”Mama, just killed a man”), diikuti oleh sebuah parade karakter dan frase-frase sejarah yang bernama aneh (Scaramouche, Galileo, Beelzebub, Figaro, Mama Mia, dan Magnifico).

Dan tentu saja ada solo gitar Brian May yang dianggap sebagai yang paling enak dicontoh setiap orang untuk berpura-pura menjadi jagoan gitar (air gitar). Itu misalnya terjadi dalam film Wayne’s World (1992) yang dibintangi oleh Mike Myers yang bersama teman-temannya memperagakan “permainan gitar” dan entakan kepala ketika mendengarkan Rhapsody di mobil mereka.

“Waktu itu Freddie berada di puncak kreasinya, ia benar-benar sedang melambung ke udara,” kenang penabuh drum Queen, Roger Taylor. “Kami tahu lagu ini sama seperti halnya sebuah teka-teki yang sulit dipecahkan, khususnya dalam bagian operanya. Namun, sepanjang proses pembuatan, Freddie selalu mengetahui apa yang harus dilakukan,” lanjut Taylor.

Rhapsody diproduseri oleh Roy Thomas Baker di enam studio dalam sesi-sesi pembuatan album A Night At The Opera (1975). Ia juga menjadi ajang percobaan gila-gilaan dari ketersediaan teknologi kala itu karena Queen merekam 120 vokal latar di mesin rekaman 24 trek.

“Rekaman vokal latar saja menghabiskan waktu selama satu minggu,” kata Taylor. “Dan seluruh vokal itu kami rekam dengan suara kami bertiga selama sehari penuh setiap hari! Ketika selesai rekaman, kami tahu ini magnum opus dan akan sukses sebagai sebuah singel,” lanjut Taylor.

Ketika dirilis, singel Rhapsody langsung melejit ke urutan teratas tangga lagu di Inggris dan bertahan selama sembilan pekan. Beberapa lama kemudian, Queen membuat klip video yang menghabiskan dana hanya 4.500 poundsterling dengan mengandalkan fotografi yang khas itu, yang dijadikan sampul album Queen II yang dirilis beberapa tahun sebelumnya.

Padahal, jika dirunut ke belakang, karier Queen nyaris mati bahkan sebelum lahir. Pada konser pertama mereka pada tahun 1971 di Bedford, tidak ada yang menyaksikan. Sepanjang periode 1971-1973, Queen sempat beberapa kali berencana mau ganti nama supaya lebih populer sekaligus untuk “buang sial”.

Salah satu nama yang muncul adalah The Rich Kids. Taylor mengusulkan nama yang panjang, Topfactnewsandinfo. “Bahwa nama itu terlalu panjang, membuat nasib kami mungkin bisa lebih buruk lagi,” kenang Taylor.

Pemetik bas, John Deacon, memprotes usulan nama dari Mercury: The Grand Dance karena kata “dance” berkonotasi buruk di kota kelahiran dia, Leichestershire. Apa pun, ketika mencoba nasib dengan tur ke mancanegara, atau merilis album pertama tahun 1973, Queen belum beranjak banyak dari tempatnya yang rendah.

Baru ketika mereka membuat album kedua, Queen II, tampak tanda-tanda positif. “Album itu menjadi langkah penting bagi kami di dunia rekaman. Di periode inilah kami menuju ke arah Rhapsody,” kata May. “Jika kami gagal lagi di album kedua, tidak ada jaminan kami melanjutkan ke album ketiga,” kata Taylor.

Keberuntungan Queen ada di Mercury. Nama aslinya Farookh Bulsara, tetapi digantikan menjadi Freddie Mercury ketika keluarga Bulsara pindah ke Inggris dari Zanzibar. Kebetulan, keluarga Mercury tinggal di daerah yang sama dengan keluarga May.

Mercury masuk ke Ealing College Of Arts yang juga pernah disinggahi oleh Pete Townshend (gitaris The Who) dan Ron Wood (gitaris Rolling Stones). Mercury ketika itu tergila-gila kepada musik Jimi Hendrix, penampilan Marlyn Monroe di layar lebar, dan penampilan elegan George Best di kesebelasan Manchester United.

Pada periode setelah Queen II dirilis tahun 1974 dan sebelum A Night At The Opera dirilis tahun 1975, Mercury sudah memperlihatkan kehebatan dirinya sebagai penghibur yang pandai bernyanyi dan beraksi. “Saat itu Freddie memperlihatkan ototnya dengan bernyanyi sembari bermain piano. Dua lagu karangan dia, Fairy Feller’s Master-Stroke dan Nevermore, sebenarnya menjadi jejak penting menuju Bohemian Rhapsody,” ungkap May.

“Bohemian Rhapsody sudah lama ada di kepala Freddie. Ia mencatat lirik lagu itu di sebuah buku notes milik ayahnya. Freddie bermain di piano sembari mengarahkan kami,” ujar Taylor. Menurut May, tidak ada yang berani membicarakan soal lirik Rhapsody karena Mercury seperti sudah yakin dengan penemuannya itu.

“Ketika merekam lagi itu, kami benar-benar tegang dan lelah. Kami memang mesti bersikap kompetitif dalam persaingan dengan band-band lainnya. Kami masing-masing juga terpaksa berupaya membuat lagu-lagu sendiri yang bisa dijual, saya waktu itu sangat repot menulis The Prophet’s Song. Freddie sibuk dan sangat terobsesi dengan lagunya sendiri,” tutur May lagi.

Menurut Guinness World Records yang mengadakan penelitian yang melibatkan 31.000 orang tahun 2002, Rhapsody menjadi single terfavorit di Inggris. Apa sebetulnya sukses Rhapsody?

May menjawab, setiap orang, termasuk dirinya, memiliki interpretasi masing-masing terhadap magnum opus tersebut. Bahkan, May yang belum lama ini resmi menjadi doktor bidang ilmu astronomi, mengaku sampai sekarang ia tidak mau mengungkapkan secara terbuka apa pandangannya terhadap karya besar sahabatnya itu.

Kompas edisi jum’at 2 April 2004

No comments:

Post a Comment